MODEL-MODEL ATOM
Spekulasi mengenai keberadaan atom sebagai pembentuk materi muncul pada zaman Yunani Kuno sekitar tahun 500 SM. Pada masa itu muncul dua aliran mengenai pembentuk benda, yaitu aliran Aristoteles dan aliran Anaxagoras, Leucippus dan Democritus. Aristoteles menyatakan bahwa materi dapat terus menerus dibagi, sedangkan Democritus dkk sebaliknya. Mereka mempostulasikan bahwa semua materi terbentuk dari kumpulan partikel yang disebut atom. Kata atom sendiri berasal dari kata atomos yang memang artinya sudah tidak dapat dibagi-bagi lagi. Konsep mengenai atom ini tidak mengalami perkembangan yang berarti hingga awal abad 19.
Di awal abad 19 (th 1808), penelitian yang dilakukan John Dalton dkk mengenai berat gabungan secara kimia berhasil menunjukkan kebenaran atom sebagai pembentuk materi. Beberapa tahun kemudian, Avogadro, seorang profesor fisika di Turin, dengan jelas mampu membedakan atom dengan molekul, ia juga menunjukkan bahwa gas yang berbeda namun dengan volume yang sama, berisi jumlah molekul yang sama apabila suhu dan tekanannya sama. Hal ini sesuai dengan hipotesis pertama mengenai struktur atom.
Pada tahun 1815, Prout yang berkebangsaan Inggris, membuat hipotesa bahwa atom semua elemen tersusun dari atom hidrogen. Hipotesis Prout ini tidak dapat diterima hingga akhir abad 19, yaitu ketika para ilmuwan telah berhasil melakukan pengukuran berat atom yang lebih akurat. Setelah penemuan isotop di awal abad 20, hipotesis ini dapat diterima dalam bentuk lain yaitu konsep nomor massa.
Era fisika atom modern dimulai pada saat Rontgen menemukan sinar-X pada tahun 1895, penemuan radioaktivitas oleh Becquerel pada tahun 1896, dan penemuan elektron oleh J.J.Thomson pada tahun 1897. Pengukuran rasio muatan dan massa elektron oleh Thomson serta penentuan muatan listrik oleh H.A. Wilson (1903), berhasil menentukan massa elektron yaitu sekitar 10-27 g. Harga muatan elektron dengan menggunakan hukum elektrolisis Faraday, menunjukkan bahwa berat atom hidrogen sekitar 1800 kali massa elektron. Penelitian Thomson juga berhasil menunjukkan bahwa semua atom memiliki elektron, sedangkan penelitian Barkla (1911) tentang hamburan sinar-X menunjukkan bahwa jumlah elektron dalam tiap atom (kecuali hidrogen) hampir sama dengan setengah berat atomnya.
Menurut teori elektromagnetika klasik, model atom Nagaoka (1904) dengan lintasan elektron yang berputar mengelilingi inti, ternyata kurang dapat diterima. Menurut teori ini, elektron yang berputar terus menerus akan mengeluarkan energi secara terus menerus karena percepatan sentripetalnya, sehingga ketika energinya habis, elektron akan jatuh ke inti atom. Model atom ini kemudian diperbaiki oleh J.J. Thomson dengan mengemukakan model atom awan bermuatan. Pada model atom ini baik massa maupun muatan listrik atom akan terdistribusi merata dalam bentuk sebuah bola (1907). Gambaran model atom Thompson ini seperti dapat dianalogikan seperti kue kismis. Akan tetapi, model atom Thomson ternyata gagal menjelaskan hamburan partikel alpha oleh air atau lapisan tipis mica (Rutherford 1906), lapisan emas (Geiger 1910) dan lapisan platinum (Geiger dan Marsden 1909).
Pada tahun 1911, Rutherford mengusulkan bahwa muatan listrik atom (tidak termasuk elektron) terkonsentrasi pada benda yang sangat kecil di tengah. Melalui teori atomnya, Rutherford dapat menjelaskan fenomena defleksi partikel alpha yang teramati oleh Geiger dan Marsden.
Setelah keberadaan inti atom yang bermuatan positif dan susunan elektron di luarnya ditemukan, maka perlu dicari konsep baru untuk mengatasi kelemahan teori elektromagnetik klasik. Bohr (1913) mengusulkan bahwa pada saat berputar di lintasannya sendiri elektron tidak melepaskan energi. Dengan menggunakan postulasi kuantum Planck, secara teoretis Bohr dapat menjelaskan fenomena spektrum atom hidrogen dan menentukan konstanta Rydberg. Penemuan ini memastikan bahwa model atom Bohr (Rutherford-Bohr) benar.
1. Model Atom Dalton
Pada tahun 1803, John Dalton mengemukakan mengemukakan pendapatnaya tentang atom. Teori atom Dalton didasarkan pada dua hukum, yaitu hukum kekekalan massa (hukum Lavoisier) dan hukum susunan tetap (hukum prouts). Lavosier mennyatakan bahwa "Massa total zat-zat sebelum reaksi akan selalu sama dengan massa total zat-zat hasil reaksi". Sedangkan Prouts menyatakan bahwa "Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa selalu tetap". Dari kedua hukum tersebut Dalton mengemukakan pendapatnya tentang atom sebagai berikut:
1) Atom merupakan bagian terkecil dari materi yang sudah tidak dapat dibagi lagi
2) Atom digambarkan sebagai bola pejal yang sangat kecil, suatu unsur memiliki atom-atom yang identik dan berbeda untuk unsur yang berbeda
3) Atom-atom bergabung membentuk senyawa dengan perbandingan bilangan bulat dan sederhana. Misalnya air terdiri atom-atom hidrogen dan atom-atom oksigen
4) Reaksi kimia merupakan pemisahan atau penggabungan atau penyusunan kembali dari atom-atom, sehingga atom tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan.
Hipotesa Dalton digambarkan dengan model atom sebagai bola pejal seperti pada tolak peluru. Seperti gambar berikut ini:
2. Model atom Thomson
Penemuan radioaktivitas oleh Becquerel pada tahun 1896 bersama dengan pembuktian Thomson mengenai keberadaan elektron merupakan titik awal dari teori mengenai struktur atom. Pada masa ini telah diketahui bahwa atom suatu bahan radioaktif akan berubah menjadi atom lain setelah memancarkan partikel bermuatan positif atau negatif, hal ini memunculkan pemahaman bahwa atom terdiri dari sesuatu yang bermuatan positif dan negatif. Jika pemahaman ini benar, maka muatan negatif total pada atom harus merupakan kelipatan bulat dari muatan elementer elektron. Selain itu, karena atom dalam kondisi normal bersifat netral secara listrik, maka jumlah muatan positif dan negatif dalam atom harus sama. Adanya bukti bahwa atom memancarkan elektron dalam berbagai kondisi menunjukkan bahwa atom pasti memiliki elektron. Dengan demikian diketahui bahwa teori modern mengenai struktur atom pertama kali disusun berdasarkan hipotesis bahwa atom terdiri dari elektron dan partikel bermuatan positif yang belum diketahui namanya saat itu.
Thomson mengusulkan sebuah model atom yang sederhana seperti roti kismis. Menurut model ini atom berbentuk seperti bola dengan muatan listrik terdistribusi merata, dan elektron tersebar pada bola ini dengan jumlah muatan negatif yang sama dengan muatan positif.
Model atom Thomson dapat memprediksi jumlah partikel alfa yang terhambur melalui lapisan tipis untuk sudut kecil saja. Akan tetapi model atom ini tidak dapat dipertahankan karena tidak mampu memprediksi jumlah partikel alfa yang terhambur untuk sudut lebar.
3. Model atom Rutherford
Pada tahun 1911 Ernest Rutherford (1871 – 1937) bersama murid-muridnya, Hans Geiger dan Ernest Marsden melakukan eksperimen hamburan partikel alpha. Dalam eksperimennya, partikel alpha ditembakkan ke arah lapisan logam tipis emas. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa sebagian besar partikel alpha melewati lapisan tipis seperti menembus ruang kosong, selain itu ada juga partikel yang terdefleksi dengan sudut yang lebar. Eksperimen juga menunjukkan bahwa ada partikel yang terpantul kembali ke arah datangnya. Hamburan semacam ini jelas tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan model atom Thomson.
Rutherford menjelaskan hasil eksperimen ini dengan mengasumsikan bahwa muatan positif dalam sebuah atom terkonsentrasi pada suatu bagian yang relatif kecil dibanding ukuran atom. Bagian bermuatan positif ini disebut inti (nucleus). Elektron dalam atom diasumsikan berada di luar atom dan bergerak mengelilingi inti atom seperti planet-planet mengelilingi Matahari.
Model atom seperti planet ini ternyata memiliki kelemahan, yaitu:
• Tidak dapat menjelaskan fenomena bahwa atom memancarkan radiasi elektromagnetik karakteristik yang diskret.
• Menurut teori elektromagnetisme Maxwell, partikel yang berkeliling pada lintasan orbit semacam ini akan mengalami percepatan sentripetal dan memancarkan energi hingga akhirnya akan jatuh ke dalam inti atom.
Pada tahun 1920, Rutherford mengemukakan hipotesisnya, yaitu di dalam inti atom harus terdapat partikel yang tidak bermuatan dan massanya hampir sama dengan massa proton. Hal tersebut diperoleh berdasarkan kenyataan bahwa massa inti atom suatu unsur selalu lebih besar dari massa seluruh proton yang membentuknya.
Dua belas tahun kemudian, pada tahun 1932, James Chadwick melakukan suatu percobaan dengan menembaki atom Be menggunakan sinar alfa dan hasil penembakan tersebut menandakan adanya partikel tak bermuatan. Partikel tak bermuatan tersebut memiliki daya tembus yang sangat besar dan dinamakan neutron, yang mempunyai massa yang hampir sama dengan massa proton.
4. Model Atom Bohr
Terdapat beberapa model pendekatan dalam mempelajari struktur atom mulai dari yang sederhana hingga yang sangat rumit. Model atom Bohr merupakan model yang paling sering digunakan karena sederhana tetapi dapat menjelaskan banyak hal. Model atom Bohr ini menggambarkan bahwa atom terdiri atas inti atom dan sejumlah elektron yang mengelilingi inti atom pada lintasan atau kulit tertentu. Inti atom itu sendiri terdiri atas sejumlah proton dan neutron yang berkumpul secara masif.
Jenis atom yang sama akan mempunyai jumlah proton yang sama, sebaliknya atom yang berbeda memiliki jumlah proton yang berbeda. Sebagai contoh, unsur hidrogen (H) mempunyai sebuah proton, sedang unsur emas (Au) mempunyai 79 buah proton. Sebagai suatu konvensi, setiap jenis atom diberi nomor – yang disebut sebagai nomor atom – berdasarkan jumlah proton yang dimilikinya. Sebagai contoh, nomor atom unsur hidrogen adalah 1 sedang nomor atom dari unsur emas adalah 79.
Karakteristik partikel penyusun atom terdapat pada tabel beriukut.
Terlihat bahwa berat (atau massa) atom terkonsentrasi pada intinya, karena berat elektron sangat ringan bila dibandingkan dengan berat proton dan neutron (≈ 1 / 2.000 kali). Muatan atom secara alamiah netral, sehingga jumlah proton dan elektron di dalam suatu atom sama. Sebagai contoh, unsur emas (No. atom 79) mempunyai 79 buah proton dan 79 buah elektron. Dengan adanya interaksi energi eksternal, terdapat kemungkinan bahwa jumlah proton dan elektron suatu atom tidak sama sehingga muatan atom tersebut tidak netral. Atom yang tidak netral (bermuatan) disebut sebagai ion (partikel yang bermuatan listrik).
Proses ionisasi adalah peristiwa lepasnya elektron dari lintasannya karena terdapat energi eksternal yang mengenai suatu atom. Setelah peristiwa ini, atom akan bermuatan positif atau dapat disebut sebagai ion positif. Proses ionisasi dapat terjadi bila energi eksternal yang datang lebih besar daripada daya ionisasi atom tersebut.
ijin ngopy ya...
BalasHapus